Rabu, 23 April 2008

Badai di Mars

Badai Dahsyat di Mars yang pernah Mengganggu Rover

Badai debu yang amat dahsyat di Mars thn 2003 yang telah lalu tersebut pernah menimbulkan masalah dan mengganggu operasi rover kembar yang sedang melaksanakan misi di planet merah itu (mars).

Badai yang membesar itu telah menutup sebagian cahaya Matahari. Padahal rover Spirit dan Opportunity mengandalkan tenaga dari panel-panel suryanya. Tanpa cahaya Matahari, mereka tidak bisa mengisi baterai.
ket gb: Jejak berwarna terang yang ditinggalkan oleh Opportunity
ketika rover itu menjelajahi wilayah sekitar Kawah Victoria.
Foto diambil menggunakan kamera High Resolution Imagin
Science Experiment (HiRISE) yang dibawa oleh wahana

pengorbit Mars Reconnaissance Orbiter.

Karena badai itu, para pengendali di Bumi mengoperasikan rover pada mode pemakaian tenaga rendah. "Badai telah mempengaruhi kedua rover dan mengurangi tingkatan tenaga pada Opportunity," kata John Callas, project manager Laboratorium Propulsi Jet NASA dalam pernyataannya di situs badan antariksa itu.

Petunjuk daya di Opportunity anjlok dari 765 watt-jam menjadi 402 watt-jam saat kepekatan debu meningkat beberapa tahun silam tepatnya pada tanggal 18/12/2003. Akibatnya rover terpaksa menangguhkan operasinya pada untuk menghemat tenaga.

Badai juga telah menunda rencana pengiriman Opportunity untuk turun ke Kawah Victoria guna mempelajari kondisi geologi Mars di waktu lampau. Para peneliti tadinya berharap bisa mengirim rover ke kawah itu , namun cuaca tidak bersahabat telah membuatnya tertunda lagi.

Adapun aktivitas badai yang paling kuat berada di dekat posisi Opportunity. Meskipun demikian, data cuaca menunjukkan bahwa badai itu telah mencapai puncaknya, sehingga kondisi terburuk sebenarnya telah lewat.


Badai Debu Yang pernah mengancam Wahana-wahana Pendarat Mars

Rangkaian badai debu pernah dikuatirkan menjadi penghalang misi tiga wahana ruang angkasa yang sedang menuju Mars. Badai-badai tersebut, dikatakan para ilmuwan, telah mengaburkan pandangan di sebagian wilayah belahan utara planet merah.

Bila rangkaian itu menjadi badai besar yang melanda Mars, maka panel-panel surya yang digunakan untuk menghasilkan tenaga bagi instrumen wahana bakal terpengaruh. Artinya, wahana bakal kesulitan memperoleh tenaga karena sinar Matahari yang menjadi bahan bakarnya tertutup badai.

Wahana Beagle 2 milik Badan Antariksa Eropa (ESA) akan mendarat di Mars, disusul dua rover penjelajah NASA, Spirit dan Opportunity, yang direncanakan menyentuh tanah planet merah pada tanggal 3 dan 24 Januari 2004 silam.

Badai debu bukanlah hal yang tidak lazim terjadi di Mars karna beberapa tahun lalu, salah satu badai debu paling besar dalam beberapa dekade, telah melanda planet ini selama beberapa minggu, sehingga mustahil bagi kita untuk melihat permukaannya.

Para pengamat memberi catatan bahwa badai yang pernah terjadi mulai menerpa Mars pada minggu pertama bulan Desember 2003 silam. Sejak itu, badai bertambah besar, setelah badai-badai kecil lain bergabung.

Walau demikian, Bruce Jakosky, ilmuwan dari Universitas Colorado yang memba

ntu menentukan tempat pendaratan wahana, mengatakan masih terlalu dini untuk mengatakan badai di Mars merupakan masalah besar bagi misi. "Kita belum tahu apa yang akan terjadi," katanya.

Namun bila badai itu terus berkembang menyelimuti seluruh permukaan planet, maka tiga wahana yang akan mendarat di sana akan menemui kesulitan operasional. Badai akan menerbangkan debu dan menutupi cahaya matahari, serta panel surya pada wahana. Bila itu terjadi, tenaga yang bisa dibangkitkan hanya sedikit, dan misi tidak akan berjalan.

Selain itu, badai juga akan menyulitkan pendaratan. Debu-debu yang beterbangan karena badai akan mengganggu wahana yang memasuki atmosfer Mars dalam perjalanan ke permukaannya.












Minggu, 20 April 2008

Komet, adalah Bintang Berekor

Selama berabad-abad, kemunculan sebuah komet dipercaya sebagai suatu pertanda akan datangnya sebuah malapetaka besar. Penampakan sebuah komet dan sesekali pula pergerakannya dicatat secara akurat. Astronom Babylonia dan China mempercayai bahwa komet adalah objek yang beredar di angkasa sebagaimana halnya planet. Bangsa Yunani beranggapan bahwa komet adalah fenomena atmosfir, sejenis dengan uap air yang berasal dari permukaan Bumi. Pandangan ini sempat diterima secara meluas hingga di abad XVI, saat Tycho Brahe memaparkan pandangannya bahwa komet tidak hanya sebuah fenomena alam, tetapi diyakini sebagai sebuah benda angkasa yang letaknya dari bumi lebih jauh daripada Bulan.

Seabad kemudian, Sir Isaac Newton menemukan sebuah metode untuk menghitung orbit dari sebuah komet berdasarkan lintasan yang dapat diamati di angkasa. Newton menentukan bahwa komet yang nampak pada bulan Desember 1680 mengikuti orbit parabola yang sangat panjang. Edmund Halley, seorang ilmuwan yang hidup sezaman dengan Newton menemukan bahwa orbit dari komet yang pernah muncul pada tahun 1531, 1607, dan 1682 adalah hampir identik. Penemuan ini membawanya kepada suatu kesimpulan bahwa ketiga penampakan tersebut melibatkan komet yang sama. Ia kemudian meramalkan bahwa komet tersebut akan muncul lagi pada tahun 1758. Sayang, usianya tidak cukup panjang untuk bisa menyaksikan kebenaran ramalannya itu. Penampakan komet tersebut--yang kemudian dinamai komet Halley--ternyata telah tercatat sebanyak 20 kali sejak tahun 239 sM. Penampakannya yang terakhir adalah pada tahun 1985-1986.

Komet yang baru ditemukan biasanya diberi nama menurut tahun penemuannya ditambah sebuah huruf yang mengindikasikan urutan penampakan komet itu pada tahun saat komet tersebut ditemukan. Saat tanggal dimana komet mencapai titik perihelion dapat diketahui, komet itu segera dinamai menurut angka tahun kalendar saat itu dikuti dengan angka Romawi yang menunjukkan urutan kronologis perlintasan pada perihelion pada tahun itu (misalnya, 1882 II). Beberapa komet dinamai menurut nama penemunya, misalnya komet Halley; juga komet Hale-Bopp yang dinamai menurut nama dua orang astronom amatir yang melaporkan penampakannya di malam yang sama pada tahun 1995.

ORBIT KOMET

Semua komet beredar di tata surya dalam orbit elips (bulat telur). Komet yang tercatat memiliki periode orbit terpendek adalah komet Encke (3,3 tahun), sedangkan komet yang memiliki periode panjang, memerlukan waktu hingga ribuan tahun untuk satu kali mengorbit Matahari. Beberapa komet yang diamati menunjukkan bahwa komet itu hanya sekali muncul dalam orbit parabolik atau hiperbolik yang membawanya mendekati Matahari hanya dalam sekali seumur hidupnya, menimbulkan suatu kemungkinan bahwa komet tersebut mungkin berasal dari luar tata surya, namun kurangnya data membuat dugaan ini sulit untuk dibuktikan.

Hampir seluruh komet yang kita kenali mendekati Matahari dalam jarak antara 0.005 hingga 2.5 AU pada perihelion. Apabila perihelion komet lebih jauh dari 2.5 AU, komet biasanya tidak dapat diamati. Banyak diantara komet memiliki aphelion di sekitar orbit planet luar. Sekelompok yang terdiri dari sekitar 75 komet diketahui sebagai "keluarga dekat" Jupiter dan memiliki aphelion disekitar orbit planet tersebut. Beberapa diantaranya merupakan kelompok komet yang mengorbit secara bersama-sama. Komet jenis ini biasanya merupakan sisa-sisa dari sebuah komet raksasa yang kemudian pecah dikarenakan pengaruh gravitasi dari Matahari atau sebuah planet.

SIFAT-SIFAT FISIK KOMET

Nukleus dan Coma

Hampir seluruh massa komet terpusat pada nukleus (inti komet). Diameter dari nukleus biasanya berkisar antara beberapa kilometer dengan kepadatan antara 0,1 hingga 1 g/cm3, mengindikasikan bahwa kepadatannya termasuk renggang. Berdasarkan model "bola salju kotor" yang digagas oleh Frel L Whipple, yang berdasarkan penelitian lanjutan kemudian terbukti kebenarannya, nukleus komet tesusun dari sekumpulan materi yang terdiri atas air, karbon monoksida, metanol, amonia, dan metana. Seluruhnya dalam keadaan beku serta tercampur dengan debu. Saat komet mendekati Matahari, materi beku tersebut menyublim dan membentuk kabut gas dan debu--yang disebut coma--disekeliling nukleus. Makin dekat ke Matahari, gas yang terbentuk semakin banyak. Partikel-partikel pada komet terdorong dari nukleus oleh tekanan radiasi dan angin Matahari (aliran partikel Matahari).

Rata-rata diameter dari coma adalah sekitar 100.000 km, namun massanya terbilang kecil. Beberapa molekul terdekomposisi dan terionisasi oleh sinar ultraviolet dalam pelepasannya dari nukleus ke ekor komet. Hasil-hasil yang dapat diamati dari proses ini meliputi atom-atom hidrogen dan oksigen, air, dan radikal hydroxyl (OH). Molekul dan senyawa karbon juga ditemukan dalam konsentarasi yang 100 kali lebih rendah dari nukleus, sementara jumlah molekul NH, NHH, CH, dan molekul nitrogen ditemukan dengan konsentrasi 1000 kali lebih rendah. Juga terdeteksi karbon monosulfida (CS) dan serta atom dan molekul sulfur. Semantara itu unsur etana juga ditemukan di komet Hyakutake. Bagian coma dari sebuah komet umumnya mengecil saat komet mendekati Matahari, dan molekulnya terdekomposisi lebih cepat oleh angin Matahari sehingga terdorong ke arah ekor komet.

Ekor Komet

Saat komet yang cemerlang dapat terlihat, ciri yang paling menyolok adalah ekor. Dalam penampakan komet Halley pada tahun 1910, ekor komet terentang hingga lebih dari 90ยบ di lengkung langit. Dalam penampakan komet Halley yang terakhir sekitar tahun 1985-1986, titik pemanjangan ini tercapai saat komet berada dalam sudut yang jauh dari Matahari, sehingga tidak terlihat terlalu dramatis di langit malam.

Panjang ekor komet berkisar antara 1 juta hingga 100 juta km. Ekor komet biasanya pertama kali muncul saat komet berada pada jarak 1,5 AU dari Matahari. Meskipun berukuran sedemikian besar, namun setiap 1 km3 volume ekor komet mengandung materi lebih sedikit dibandingkan dengan 1 mm3 udara.

Ekor komet terbentuk dari gas dari coma dan selalu menunjuk ke arah yang berlawanan dari Matahari. Semula diduga bahwa tekanan dari radiasi Matahari adalah satu-satunya penyebabnya, namun saat ini telah diketahui bahwa angin Matahari memiliki peranan yang lebih besar dalam menentukan arah ekor komet. Angin Matahari mengandung partikel-partikel yang terlempar dari Matahari. Kekuatan tekanan dari partikel-partikel ini terhadap molekul gas dalam coma berkisar 100 kali lebih besar dari kekuatan gravitasi Matahari, dengan demikian molekul-molekul tersebut terdorong oleh angin Matahari. Angin Matahari tidaklah konstan, dan variasinya bertanggung jawab atas struktur ekor komet. Solar Flare dan gangguan lainnya pada Matahari sesekali dapat membuat ekor komet terlihat bergolak atau berbelok.

Sebuah komet dapat memiliki salah satu diantara dua tipe ekor, atau bahkan keduanya sekaligus--yang biasa disebut sebagai komet berekor ganda. Jenis ekor komet yang pertama adalah ekor yang memanjang dan hampir lurus, memiliki struktur yang mirip serabut yang terdiri dari gas yang ter-ionisasi. Tipe ini digolongkan sebagai ekor Tipe I. Sedangkan tipe ekor komet lainnya yang tergolong sebagai Tipe II, atau "ekor debu" berbentuk kelokan yang tajam dan lebih kabur. Tipe ini tersusun atas debu yang diterpa oleh cahaya Matahari. Sebuah komet dapat memiliki beberapa ekor debu disamping juga ekor gas (Tipe I). Beberapa komet diketahui memiliki ekor yang ganjil, dimana ekornya menunjuk ke arah Matahari (contohnya adalah komet Arent Roland, 1957 III). Ekor komet jenis ini terdiri dari lapisan debu yang sangat tipis yang keluar dari lapisan terluar komet dan terkumpul disekitar orbit komet. Gas yang menyusun ekor komet diantaranya adalah CO+, molekul nitrogen, CH+, karbon dioksida, dan OH+. Ion-ion tersebut, seperti yang juga dijumpai pada coma terbentuk saat molekul yang lebih besar terpisahkan oleh angin Matahari.

ASAL MULA KOMET

Banyak teori yang telah dicetuskan dalam seabad terakhir ini mengenai asal mula komet, namun salah satu yang paling luas diterima saat ini menyebutkan bahwa komet terbentuk pada saat yang sama dengan saat terbentuknya tata surya. Pada tahun 1950, Jan Oort, seorang astronom Belanda mengajukan teorinya bahwa Matahari dikelilingi oleh "kabut" besar yang terdiri dari material komet pada jarak sekitar 1000 kali garis terngah tata surya yang kita ketahui. Teori ini kemudian diikuti dengan teori dari Gerard Kuiper, pada tahun 1951 yang menggagas bahwa sabuk material komet tersebut terletak pada suatu daerah yang berjarak beberapa ratus kali jarak Bumi-Matahari. Gangguan yang berasal dari objek diluar tata surya dapat menyebabkan beberapa diantara material tersebut keluar dari sabuk komet dan memasuki tata surya bagian dalam sebagai sebuh komet, dimana komet dengan periode pendek diduga muncul dari sabuk ini, yang kemudian dinamai sebagai sabuk Kuiper (Kuiper-belt).

Kedua teori ini dapat diterima secara luas dikalangan para astronom. Sebuah benda angkasa yang dinamai Chiron, pernah dianggap sebagai sebuah asteroid, kini dikelompokkan sebagai komet Kuiper-belt, dan sementara itu beberapa anggota dari sabuk Kuiper telah dapat diamati sejak 1992. Keberadaan "sabuk" tersebut dapat dibuktikan secara langsung pada tahun 1995 melalui hasil pengamatan lewat Telskop Antariksa Hubble yang berhasil mengamati 30 objek mirip komet yang berada diluar orbit planet Pluto. Para astronom dewasa ini memperkirakan sejumlah 70.000 objek berukuran cukup besar--dan tak terhitung jumlahnya yang berukuran lebih kecil--menghuni daerah sabuk Kuiper dengan jarak antara 30 hingga 50 AU.

Banyak diantara komet, khususnya yang tergolong memiliki periode pendek, pecah secara perlahan-lahan, terutama karena pengaruh kekuatan gravitasi Matahari. Beberapa diantaranya telah diamati "tercebur" kedalam Matahari. Pengurangan kecerlangan dari komet berperiode pendek juga dapat kita amati. Komet juga menghasilkan produk buangan dibelakang orbitnya, dalam bentuk jutaan meteorid. Saat Bumi melintasi orbit sebuah komet, kita di Bumi dapat melihat terjadinya hujan meteor.

TABRAKAN ANTARA PLANET DENGAN KOMET

Para ilmuwan berspekulasi bahwa tabrakan antara komet dan planet dapat terjadi sewaktu-waktu. Diduga beberapa tumbukan antara Bumi dengan komet yang pernah terjadi beberapa juta tahun lampau menghasilkan lapisan debu yang sangat tebal yang menutupi atmosfir bumi hingga menyebabkan punahnya beberapa spesies hewan purba. Tabrakan dengan komet juga diperkirakan merupakan penyebab dari sebuah ledakan dahsyat yang pernah terjadi di bulan Juni 1908 di daerah Tunguska, Rusia. Di lain pihak, ada juga ilmuwan yang mempercayai bahwa Bumi secara konstan telah dibombardir oleh komet yang berukuran kira-kira sebesar rumah tanpa menyebabkan kerusakan. Tabrakan ini diduga berpengaruh terhadap persediaan air dan adanya beberapa unsur kimia di Bumi.

Salah satu peristiwa tabrakan komet dengan planet yang terkenal terjadi pada tanggal 16-22 Juli 1994. Saat itu setidaknya 20 pecahan besar dari komet Shoemaker-Levy 9 menumbuk permukaan planet Jupiter dengan kecepatan 60 km/dt, menimbulkan awan panas setinggi ribuan km diatas permukaan planet tersebut. Peristiwa itu meninggalkan gelembung panas yang terdiri atas gas yang berasal dari atmosfer Jupiter. Bekas yang ditinggalkannya berupa sebuah area besar yang gelap di atmosfir planet tersebut bertahan hingga beberapa bulan setelah peristiwa tersebut berlalu. Pecahan komet Shoemaker-Levy 9 menghantam Jupiter pada posisi lintang 45° dan posisi bujur 6.5° di permukaan bagian luar planet raksasa tersebut. Pecahan terbesar dari komet yang menumbuk Jupiter diperkirakan berdiameter sekitar 2 km. Para astronom mengamati peristiwa ini dari Bumi melalui gambar-gambar yang dikirim oleh teleskop antariksa Hubble dan wahana antariksa Galileo.

PENYELIDIKAN TERHADAP KOMET

Dewasa ini, pengamatan terhadap komet dapat dilakukan melalui teleskop visual maupun teleskop fotografi yang dapat mengambil gambar pada area yang luas di angkasa. Sekitar sepuluh komet baru ditemukan tiap tahunnya, dan rata-rata dalam tiga tahun terdapat satu komet yang dapat diamati dengan mata telanjang.

Selain pengamatan melalui teleskop, para astronom juga memanfaatkan wahana antariksa untuk melakukan penelitian terhadap komet. Komet Giacobioni Zinner tercatat sebagai komet pertama yang diselidiki dari jarak dekat oleh wahana antariksa ketika pada tanggal 11 September 1985 wahana International Cometary Explorer (ICE) melintasi ekor plasma komet tersebut.

Komet Halley termasuk komet yang paling banyak diselidiki oleh wahana antariksa. Saat komet tersebut melintas didekat orbit bumi pada sekitar tahun 1985-86 tercatat wahana Vega 1 & 2 (Uni Sovyet--sekarang Rusia), Sakigake (Jepang), Suisei (Jepang) dan Giotto (Uni Eropa) melintasi komet tersebut untuk melakukan beberapa penyelidikan.

Terkadang komet juga diselidiki oleh wahana yang semula bukan dirancang untuk kepentingan tersebut. Pada bulan Maret 1996, wahana antariksa NEAR (Near Earth Asteroid Rendezvous) berhasil mengambil gambar komet Hyakutake dalam perjalanannya menuju asteroid 433 Eros. Sementara itu pada tanggal 22 September 2001, wahana Deep Space 1--yang sebenarnya hanya merupakan sebuah wahana eksperimen yang telah habis masa tugasnya--berhasil diarahkan untuk melintas dalam jarak hanya 2.200 km dari inti komet Borrelly. Para ilmuwan berharap wahana ini dapat mengirimkan informasi mengenai sifat-sifat permukaan inti komet, mengidentifikasi gas yang terkandung didalamnya, dan mengukur interaksi angin Matahari dengan komet.

Misi penelitian lain yang sedang berjalan adalah misi wahana Stardust yang telah diluncurkan pada bulan Februari 1999. Wahana ini direncanakan untuk bertemu dengan komet P/Wild 2 pada bulan Januari 2004 untuk melakukan penelitian terhadap objek tersebut serta mengumpulkan material debu komet untuk dikembalikan ke bumi guna dianalisis pada bulan Januari 2006.

Sementara itu misi Rosetta yang direncanakan akan diluncurkan pada bulan Januari 2003 dikirimkan untuk mengorbit komet 46 P/Wirtanen dan meluncurkan dua modul pendarat pada permukaan komet tersebut.

Alpha Centauri


Planet yang yang dihuni mungkin sebenarnya tak jauh dari tata surya kita berada. Hasil simulasi komputer menunjukkan bahwa salah satu bintang terdekat dengan Matahari kemungkinan dikelilingi bintang padat seperti Bumi.

"Jika planet tersebut benar-benar ada, kita dapat mengamatinya," ujar Guedes yang melaporkan hasil penelitiannya dalam Astrophysical Journal. Model yang dikembangkan Javiera Guedes, mahasiswa S2 Universitas California di Santa Cruz, AS itu mendemonstrasikan proses pembentukan planet di sekitar bintang-bintang Alpha Centauri, sistem bintang ganda yang paling dekat dengan tata surya.

Simulasi Guede memperlihatkan bahwa planet terbentuk di sekitar salah satu bintang yang bernama Alpha Centauri B. Bintang bernama Proxima Centauri yang menjadi pasangannya merupakan bintang paling dekat dengan Matahari. Planet yang terbentuk masuk dalam kategori habitable zone, dapat dihuni atau mendukung kehidupan, karena air dapat eksis di lingkungannya.

"Beberapa faktor membuat bintang Alpha Centauri B mendukung pembentukan planet seperti itu," kata Profesor Gregory Laughin yang membimbing penelitian Guede. Kandungan unsur yang lebih berat daripada hidrogen dan helium di bintang tersebut lebih berat daripada Matahari sehingga kemungkinan terbentuk planet padat sangat besar.

Sifat-sifat yang dimiliki Alpha Centauri cukup membuat para astronom untuk memilih Alpha Cetauri untuk memburu planet-planet ekstrasolar. Apalagi bintang tersebut sangat terang dan dekat sehingga untuk mendeteksi gejolak cahaya saat planet lewat di depan bintang akan lebih mudah. Sejauh ini metode deteksi Doppler tersebut sukses menemukan 228 planet ekstrasolar di berbagai bintang.

Laughin memperkirakan pengamatan menggunakan teleskop secara terus-menerus selama lima tahun cukup untuk memastikan ada tidaknya planet seperti itu di Alpha Centauri B. Bahkan, bukan tidak mungkin pesawat antarbintang dikirim ke sana jika nantinya planet kembaran Bumi ini benar-benar ada.

Senin, 14 April 2008

Mars



Para insinyur badan antariksa AS (NASA) telah menentukan jalur pendaratan ke permukaan Planet Mars. Wahana penjelajah (rover) bernama Phoenix Mars Lander diharapkan memulai debutnya sebagai petulang planet merah tersebut sejak mendarat pada 25 Mei 2008. Lokasi pendaratan dipilih dekat kutub utara Mars, tepatnya di kawasan lembah yang luas bernama Green Valley. Namun,keputusan akhir di titik mana rover tersebut akan mendarat baru akan diputuskan setelah foto-foto area sekitarnya selesai dianalisis.

Satelit Mars
Reconnaisance Orbiter (MRO) yang saat ini mengorbit planet tersebut telah memotret lebih dari 30 foto lembah tersebut dalam resolusi tinggi menggunakan kamera High Resolution Imaging Science Experim(HiRISE) dan akan terus mengambil gambar lainnya untuk mendukung analisis. Area pendaratan yang dituju adalah kawasan berbentuk elips yang bergaris tengah 100 kilometer dan 20 kilometer. Para ilmuwan NASA telah memetakan lebih dari lima juta batuan di kawasan tersebut untuk mencegah risiko kecelakaan tabrakan saat Phoenix mendarat. "Lokasi pendaran kami mengandung konsentrasi es tertinggi di Mars selain kutub utara. Jika Anda ingi mencari tempat tinggal seperti di permafrost Arktik, kawasan ini yang harus didatangi," ujar Peter Smith, peneliti utama misi tersebut dari Universtas Arizona, AS.Phoenix memang dikirim dengan misi utama menggali lapisan tanah yang kaya es. Wahana tersebut juga dilengkapi alat untuk mengenalisis sampel tanah dan air yang ditemukan untuk mencari bukti-bukti perubahan iklim dan kemungkinan adanya kehidupan mikroba.

Dalam rencana ini, Phoenix akan berputar 145 derajat terhadap bidang datar sebelum menukik ke permukaan Mars. Kemudian, mesin pendorongnya akan dinyalakan selama sekitar 35 detik. Manuver pertama yang akan dilakukan wahana tersebut sepanjang proses pendaratan adalah mengarahkan antena ke Bumi.

Dalam tujuh menit terakhir, Phoenix harus mengurangi kecepatannya
dari sekitar 21.000 kilometer. Caranya dengan mengembangkan parasit dan menyalakan pendorong berlawanan dengan arah gerakannya sejak berada pada ketinggian 914 meter. Saat menyentuh permukaan Mars dengan tiga kakinya kecepatannya diperkirakan hanya 8 kilometer perjam. "Mendarat di Mars sungguh sangat menantang. Faktanya, baru tahun 1970-an kami bisa sukses melakukannya di planet ini. Tetap tak ada jaminan berhasil, namun kami melakukan segala sesuat yang mengurangi risiko kegagalan," ujar Doug McCuistion, direktur Program Eksplorasi Mars Nasa di Washington.

Saturnus Bag.2


Saturnus telah diketahui sejak zaman prasejarah. Pada zaman kuno, planet ini adalah planet terjauh dari 5 planet yang diketahui di tata surya (termasuk Bumi) dan merupakan karakter utama dalam berbagai mitologi. Pada mitologi Kekaisaran Romawi, Dewa Saturnus, dimana nama Planet ini diambil dari namanya, adalah dewa pertanian dan panen.Orang Romawi menganggap Saturnus sama dengan Dewa Yunani Kronos.Orang Yunani mengeramatkan planet terluar untuk Kronos,dan orang Romawi mengikutinya.

Pada astrologi Hindu, terdapat 9 planet dimana Tata Surya diketahui dengan nama Navagraha. Saturnus, salah satu dari mereka, diketahui dengan nama "Sani" atau "Shani," hakim dari semua Planet, dan menentukan seluruhnya menurut kelakuan baik atau buruk yang mereka lakukan.Kebudayaan Tiongkok dan Jepang kuno menandakan Saturnus sebagai bintang Bumi. Hal ini berdasarkan 5 elemen yang secara tradisional digunakan untuk mengklasifikasikan elemen alami. Orang Ibrani kuno menyebut Saturnus dengan nama "Shabbathai". Malaikatnya adalah Cassiel. Kepintarannya, atau jiwa bermanfaat, adalah Agiel (layga), dan jiwanya (jiwa gelap) adalah Zazel (lzaz). Orang Turki Ottoman dan orang Melayu menamainya "Zuhal", berasal dari bahasa Arab.

Cincin Saturnus membutuhkan paling sedikit teleskop dengan diameter 75 mm untuk menemukannya dan cincin tersebut tidak diketahui sampai ditemukan oleh Galileo Galilei tahun 1610.Galileo sempat bingung dengan cincin Saturnus dan mengira bahwa Saturnus bertelinga. Christian Huygens menggunakan teleskop dengan perbesaran yang lebih besar dan ia menemukan bahwa cincin itu adalah cincin Saturnus. Huygens juga menemukan bulan dari Saturnus, Titan. Tidak lama, Giovanni Domenico Cassini menemukan 4 bulan lainnya, Iapetus, Rhea, Tethys dan Dione. Pada tahun 1675, Cassini juga menemukan celah yang disebut dengan divisi Cassini.

Tidak ada penemuan lebih lanjut sampai tahun 1789 ketika William Herschel menemukan 2 bulan lagi, Mimas dan Enceladus. Bulan Hyperion, yang memiliki resonansi orbit dengan Titan, ditemukan tahun 1848 oleh tim dari Britania Raya.

Pada tahun 1899, William Henry Pickering menemukan satelit Phoebe. Selama abad ke-20, penelitian terhadap Titan mengakibatkan adanya konfirmasi pada tahun 1944 bahwa Titan memiliki atmosfer yang tebal, dimana Titan menjadi bulan yang unik diantara bulan di Tata Surya lainnya.

Sejarah Cin-Cin Saturnus


Saturnus terkenal karena cincin di planetnya, yang menjadikannya sebagai salah satu obyek dapat dilihat yang paling menakjubkan dalam sistem tata surya.

Cincin itu pertama sekali dilihat oleh Galileo Galilei pada tahun 1610 dengan teleskopnya, tetapi dia tidak dapat memastikannya. Dia kemudian menulis kepada adipati Toscana bahwa "Saturnus tidak sendirian, tetapi terdiri dari tiga yang hampir bersentuhan dan tidak bergerak. Cincin itu tersusun dalam garis sejajar dengan zodiak, dan yang ditengah (Saturnus) adalah tiga kali besar yang lurus (penjuru cincin)". Dia juga mengira bahwa Saturnus memiliki "telinga." Pada tahun 1612 sudut cincin menghadap tepat pada bumi dan cincin tersebut akhirnya hilang, dan kemudian pada tahun 1613 cincin itu muncul kembali, yang membuat Galileo bingung.

Persoalan cincin itu tidak dapat diselesaikan sehingga 1655 oleh Christian Huygens, yang menggunakan teleskop yang lebih kuat daripada teleskop yang digunakan Galileo.

Pada tahun 1675 Giovanni Domenico Cassini menentukan bahwa cincin Saturnus sebenarnya terdiri dari berbagai cincin yang lebih kecil dengan ruang antara mereka, bagian terbesar dinamakan Divisi Cassini.

Pada tahun 1859, James Clerk Maxwell menunjukan bahwa cincin tersebut tidak padat, namun terbuat dari partikel-partikel kecil, yang mengorbit Saturnus sendiri-sendiri, dan jika tidak, cincin itu akan tidak stabil atau terpisah.[9] James Keeler mempelajari cincin itu menggunakan spektrometer tahun 1895 yang membuktikan bahwa teori Maxwell benar.


JARI-JARI CIN-CIN

Jari-jari di cincin Saturnus, difoto oleh pesawat angkasa Voyager 2.Voyager menemukan suatu bentuk seperti ikan pari di cincin Saturnus yang disebut jari-jari. Jari-jari tersebut terlihat saat gelap ketika disinari sinar matahari, dan terlihat terang ketika ada dalam sisi yang tidak diterangi sinar matahari. Diperkirakan bahwa jari-jari tersebut adalah debu yang sangat kecil sekali yang naik keatas cincin. Debu itu merotasi dalam waktu yang sama dengan magnetosfer planet tersebut, dan diperkirakan bahwa debu itu memiliki koneksi dengan elektromagnetisme. Namun, alasan utama mengapa jari-jari itu ada masih tidak diketahui.

Cassini menemukan jari-jari tersebut 25 tahun kemudian. Jari-jari tersebut muncul dalam fenomena musiman, menghilang selama titik balik matahari.

Minggu, 13 April 2008

Saturnus Bag.1


Cincin Pertama di Bulannya Saturnus
Minggu, 9 Maret 2008 | 15:47 WIB
JAKARTA, MINGGU - Kamera wahana antariksa Cassini memotret cincin yang mengelilingi Rhea, bulan terbesar Planet Saturnus. Temuan ini mengejutkan karena selama ini cincin hanya diketahui terlihat pada planet-planet besar, seperti Saturnus, Jupiter, Uranus, dan Neptunus dan baru kali ini pada sebuah bulan.

Rekaman tersebut dibuat sejak tahun 2005 saat wahana Cassini melayang di dekat objek berdiameter 1520 kilometer itu. Namun, hasil analisisnya baru dilaporkan dalam jurnal Science edisi 7 Maret 2008. Menurut hasil analisis tersebut, serpihan objek ruang angkasa yang membentuk cincin diperkirakan beridameter dari ukuran pasir hingga batu-batuan.

Tidak seperti cincin di planet-planet raksasa, cincin Rhea tidak tidak dapat dilihat secara langsung melalui teleskop. Para peneliti dapat mengetahui keberadaannya dari hasil pengukuran yang dilakukan Cassini. Distribusi elektron di bagian yang mengelilingi Rhea mengalami penurunan tajam. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat partukel-partikel yang menyerap elektron tersebut.

"Cincin tersebut mungkin terbentuk sejak Rhea terbentuk," tulis Gerant Jones, pakar fisika antariksa dari University College London. Meski demikian, belum diketahui pasti dari mana material cincin berasal. Salah satu teori, partikel-partikel tersebut mungkin berasal dari tabrakan asteroid atau komet yang berhamburan di sekitar Rhea.




Saturnus adalah sebuah planet yang terletak di tata suraya dimana planet ini terkenal sebagai planet bercincin. Jarak Saturnus sangat jauh dari matahari. Karena itulah, Saturnus tampak tidak terlalu cerah dari bumi. Saturnus berevolusi dalam waktu 29,46 tahun. Setiap 378 hari, Bumi, Saturnus, dan Matahari akan berada dalam satu garis lurus. Selain berevolusi, Saturnus juga berotasi dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 10 jam 14 menit.

Saturnus memiliki kerapatan yang rendah karena sebagian besar zat penyusunnya berupa gas dan cairan. Inti Saturnus diperkirakan terdiri dari batuan padat. Atmosfer Saturnus tersusun atas gas amonia dan mentana. Hal ini tentu tidak memungkinkan adanya kehidupan di Saturnus.

Cincin Saturnus sangat unik. Terdapat beribu-ribu cincin yang mengelilingi planet ini. Bahan pembentuk cincin ini masih belum diketahui. Para ilmuwan berpendapat, cincin itu tidak mungkin terbuat dari lempengan padat karena akan hancur oleh gaya sentrifugal. Namun, tidak mungkin juga terbuat dari zat cair karena gaya sentrifugal akan mengakibatkan timbulnya gelombang. Jadi, sejauh ini, diperkirakan yang paling mungkin membentuk cincin-cincin itu adalah bongkahan-bongkahan es meteorit.

Hingga 2006, Saturnus diketahui memiliki 56 buah satelit alami. Tujuh diantaranya cukup masif untuk dapat runtuh berbentuk bola di bawah gaya gravitasinya sendiri. Mereka adalah mimas, Tethys, Dione,Rgea, Titan (Satelit terbesar dengan ukuran lebih besar dari planet Merkurius), dan Iapetus.

Jumat, 11 April 2008

rasi scorpius

Alkisah ada seorang pemburu yang gagah perkasa bernama Orion. Suatu waktu ia pergi ke Pulau Kreta dan menghabiskan waktunya disana dengan berburu, ditemani oleh Dewi Artemis dan Leto.

Sang pemburu sangat percaya diri akan kemampuan berburunya dan yakin bahwa ia mampu mengalahkan dan membunuh segala macam makhluk buas yang ada di muka Bumi. Mendengar ini, Dewi Bumi, Gaia, pun marah dan sengaja melepaskan seekor kalajengking raksasa, Scorpius, untuk mengalahkan Orion. Scorpius berhasil membunuh Orion dengan sengatan capitnya. Sebagai pelajaran untuk manusia agar tidak berlaku sombong di atas muka Bumi dan atas permintaan Artemis dan Leto, Dewa Zeus menempatkan dua makhluk ini di langit sebagai sebuah kenangan atas apa yang telah terjadi.

Meskipun keduanya hadir dalam kisah mitologi yang sama, tempat Orion dan Scorpius di langit tidak pernah berdekatan. Malahan, letaknya berseberangan. Seiring dengan kemunculan rasi Scorpius di kaki langit dekat horison, rasi Orion pun perlahan mulai tenggelam di kaki langit seberangnya. Konon sengaja ditempatkan demikian untuk menghindari pertarungan lebih lanjut antara keduanya. Demikianlah asal usul rasi Scorpius hadir di langit malam seperti dikisahkan dalam mitologi Yunani.

Rasi Scorpius adalah salah satu rasi bintang yang menonjol di langit selatan dan tergolong ke dalam 12 rasi bintang zodiak. Di antara rasi bintang lainnya, Rasi Scorpius merupakan rasi yang paling jelas merepresentasikan sebutannya: kalajengking. Sangat mudah mengidentifikasi rasi ini karena bentuk melengkungnya yang sangat jelas dan ekor panjangnya yang mengarah ke selatan, ditambah lagi dengan bintang merah terang, Antares, di jantung rasi ini.

Rasi scorpius berbatasan dengan rasi Ophiucus di sebelah utaranya, Rasi Libra dan Lupus di sebelah timurnya, Rasi Ara dan Norma di sebelah selatannya, dan dengan Corona Australis dan Sagittarius serta sedikit lagi Ophiucus di sebelah baratnya.

Untuk pengamat yang tinggal di belahan bumi utara, Scorpius dapat dilihat merangkak melintasi langit selatan dekat horison, dari bulan April hingga September. Untuk pengamat di belahan bumi selatan, Scorpius dapat dilihat tepat di atas langit selatan.